Awalnya saya merasa agak janggal dengan tema artikel sebagai tugas pertama PPA (Program Pengenalan Akademik) di FMIPA, Universitas Negeri Semarang (saat itu diadakan tanggal 18-20 Agustus 2011). Konservasi Moral. Sungguh, baru saya baru pertama kali mendengar istilah itu. Kata "konservasi" biasanya diikuti dengan kata lain yang berhubungan dengan alam, lingkungan, atau semacamnya. Ini lain, "konservasi moral". Wah....
Daripada bingung berlarut-larut, lebih baik saya uraikan satu persatu dua kata tersebut. Dari hasil browsing di dunia maya, ternyata "konservasi" berasal dari penggabungan dua kata, yaitu con (together) dan servare (keep, save). Menurut F.D Roosevelt, konservasi adalah mengenai segala upaya kita dalam hal pemeliharaan secara bijaksana. Sedangkan moral adalah istilah yang digunakan seseorang dalam melihat tindakan atau tingkah laku orang lain yang bersifat positif dan negatif. Moral ini sendiri memiliki kriteria berbeda-beda sesuai kebudayaan masyarakat setempat. Moral seseorang bisa saja dianggap baik di satu tempat, namun sekaligus buruh di tempat lain. Nah, kembali ke frase yang tadi sempat membingungkan saya. Jadi, sejauh yang saya pahami, konservasi moral dapat diartikan segala upaya pemeliharaan tindakan dan tingkah laku dengan bijak , atau singkat kata : pemeliharaan tingkah laku!
Ya. Tingkah laku, tindakan, sikap juga memerlukan pemeliharaan yang bijaksana. Manusia memilliki kecenderungan untuk mengumbar hawa nafsu, menuruti keinginannya sendiri. Tanpa aturan, maka akan terjadi kekacauan luar biasa dan hukum rimba akan berlaku. Inilah alasan agama sangat dibutuhkan manusia dalam mengatur tingkah laku, bahkan berpikir! Agama mengikatkan diri pada Allah. Sehingga ia akan tunduk dengan segala aturan, hak, dan kewajiban.
Pertanyaan lain muncul, (telah) adakah tindakan nyata dari konservasi moral?
Tentu saja ada. Hampir semua umat manusia beragama.
Ada pertanyaan lagi, jika tema ini diberikan sebagai tugas pertama PPA, apa hubungannya dengan universitas konservasi ini?
Pertanyaan ini terjawab sore tadi. Setelah menutup acara tabligh akbar dan buka bersama di Masjid Ulul Albab, Gubernur FMIPA 2011 yang juga bertindak sebagai MC, Alfa Bayu Sanjaya bercerita sedikit tentang munculnya frase atau istilah "konservasi moral" yang telah membuat saya (dan teman-teman) bingung. Ternyata pada tahun 2009, Universitas Negeri Semarang memproklamirkan diri sebagai Universitas Konservasi. Sebagai wujud "tandingan" (menurut saya semacam respon positif) dari Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) juga memproklamirkan tentang konservasi moral. Ada beberapa hal "sederhana" yang mulai (benar-benar) diterapkan, yaitu sholat awal waktu, berbusana sopan, pergaulan sehat, serta peka lingkungan. Jika benar-benar diterapkan secara istiqomah, tentu manfaatnya luar biasa. Ya, selain konservasi bersifat fisik, konservasi pada psikis juga amat penting. Apalah gunanya jika pembangunan berjalan pesat dan megah, namun rapuh dan degradasi berjalan pasti di ruhani masing-masing penghuninya. Semoga kita dapat menerapka hal "sederhana" (yang luar biasa) di atas selama hidup, tak sekedar saat masih menjadi mahasiswa atau bersifat hangat-hangat tahi ayam. Semangat !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar