Percakapan dengan Bapak-Ibu siang-siang di ruang keluarga tentang rumah yang perlu direnovasi (bayangkan, rumah Mbah Yi ini berdiri sejak Bapak kecil. FYI, usia Bapak sudah kepala lima sekarang). Dari bentuk-bentuk rumah...sampai arsitek. Mengingatkan saya pada setahun yang lalu. Yup, diterima di PTS swasta di Surakarta dengan jurusan Teknik Arsitektur. " Ah, kalau swasta buat apa? Kalau di Jepang...nah itu !" seru Bapak. Ha..ha...tuh, jadi ingat yang lain juga. Dulu, saya nyaris ikut ujian beasiswa kuliah ke Jepang dengan jurusan Arsitektur juga. Berkas berisi nilai raport saya lolos, kemudian mendapat panggilan Kedubes Jepang untuk mengikuti ujian tulis, tapi gagal karena di hari yang sama, saya harus verifikasi data diri di Unnes (SNMPTN Tulis diterima di FMIPA Unnes, euy). Hmmm, andai verifikasinya bukan hari itu.....Husss, malah berandai-andai! Obrolan tentang kuliah di Jepang membawa ingatan ke hal lain pula, tentang rekan Bapak yang kebetulan putra beliau juga teman saya sejak TK hingga SMP bahwa sekarang teman saya itu kuliah di Jerman. Ceritapun berlanjut lagi. Teman saya itu dulu ingin melanjutkan SMA di Magelang, boarding school yang semi-militer itu. Supaya tak bingung, flasback sekalian laah =)
Awalnya begini. Ada 3 teman saya yang ingin melanjutkan ke sana. Sebut saja A, B, dan C. Urutan dari yang terpandai adalah A, kemudian B, dan yang terbodoh dari ketiganya C (sebagai gambaran : B memiliki kepandaian sedikit di bawah saya, well..setidaknya nilai-nilai raport SMP berkata begitu). Nah, tes di sana meliputi 3 tahap : nilai raport, tes tulis, dan wawancara. A tidak lolos di ujian tulis, sedangkan B sampai tahap wawancara saja, sedangkan C yang akhirnya diterima (Whaatttt??? iya, teman-2teman seangkatan di SMP juga heran semua). Di sinilah kuasa Allah, skenario-Nya yang luar biasa dimulai.
Si A, mendaftar ke salah satu SMA terbaik di Semarang. Di sana ia termasuk siswa yang mengikuti program akselerasi. Tentu karena kecerdasannya (kuasa Allah pula), dia bisa menyelesaikan 2 tahun SMAnya dengan baik dan mampu mencapai cita-citanya. Yup, menjadi dokter. Sekarang dia sedang menempuh tingkat 3 di prodi Pendidikan Dokter di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Semarang. Subhanallah, Fabia ayyi alla i rabbikuma tukadzdziban? =)
Si B, berhubung di sampai tahap wawancara, oleh boarding school yang menolaknya itu dia direkomendasikan ke boarding school di Semarang. Sebuah boarding school swasta yang bekerja sama dengan pemerintah Turki. Subhanallah, di sana prestasinya justru meroket dibanding saat SMP, bahkan tak hanya sekali ia mengikuti perlombaan tingkat internasional. Kini ia belajar Teknik di sebuah studienkolleg di Jerman sana. Akankah ia begitu seandainya ia "memaksa" masuk sekolah semi-militer itu..? Wallahu 'alam. yang jelas : Fa bi ayyi ala i rabbikuma tukadzdziban? =))
Bagaimana dengan Si C? Sekilas mendengar kabar tentangnya, kini ia melanjutkan kuliah di sebuah PTN di Solo. Ya??? Dia 'kan lulusan SMA yang T-O-P B-G-T, bahkan lebih top dibanding SMA A dan B...Maaf, bukan bermaksud mengecilkan, tapi dibandingkan dengan 2 teman saya sebelumnya, seharusnya bisa "lebih" dunk.... Well, tapi balik ke masing-masing orang juga kan =)
ada yang bilang yang terpenting bukan kamu belajar (kuliah) dimana, tetapi bagaimana kamu menerapkan ilmu yang diperoleh demi kemaslahatan umat. :) PTN,,, bagaimanapun tetap bagus kualitasnya. Fa bi ayyi ala i rabbikuma tukadzdziban?
Lalu bagaimana dengan saya ? (to be continued)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar